Senin, 04 Juni 2012

Pelaksana Peristiwa Madiun 1948


Pelaksana Peristiwa Madiun 1948
Pada 8 Desember1947 sampai 17 Januari1948 pihak Republik Indonesia dan pendudukan Belanda melakukan perundingan yang dikenal sebagai Perundingan Renville. Hasil kesepakatan perundingan Renville dianggap menguntungkan posisi Belanda. Sebaliknya,RI menjadi pihak yang dirugikan dengan semakin sempit wilayah yang dimiliki.Oleh karena itu, kabinet Amir Syarifuddin diaggap merugikan bangsa, kabinet tersebut dijatuhkan pada 23 Januari1948. Ia terpaksa menyerahkan mandatnya kepada presiden dan digantikan kabinet Hatta.
            Kebijakan kabinet Amir menerima persetujuan Renville yang sangat merugikan itu menyebabkan Amir dam kabinetnya harus mengembalikan mandat. Telah diketahui bahwa kesulitan membentuk kabinet baru dan perlunya segera kabinet baru itu dibentuk menyebabkan Presiden Soekarno menunjuk Wakil Presiden Hatta untuk langsung memimpin kabinet. Sebagian besar anggota kabinet Hatta terdiri dari tokoh-tokoh Masyumi dan PNI. Amir dan Partai Sosialisnya tidak ikut serta. Hatta menolak ikut sertanya orang-orang Partai Sosialis karena mereka menghendaki Amir duduk kembali sebagai Menteri Pertahanan, disamping menghendaki tiga kursi penting lainnya. Karena keinginan mereka tidak terpenuhi maka mereka sejak semula beroposisi terhadap kabinet Hatta yang dicapnya sebagai kabinet Masyumi (islam).
            Sejak kabinet Hatta berkuasa, Amir nampak telah beralih menjadi orang komunis, dan berselisih dengan Syahrir, kawan seperjuangannya sejak jaman Jepang. Berbalikan dengan sikap Amir, Syahrir mendukung kabinet Hatta. Sebab terjadinya perpecahan antara Amir dan Syahrir yaitu karena Amir makin jelas terpikat oleh komunisme, yang mempertentangkan diri dengan partai agama, Masyumi. Sifat kekiri-kirian Amir makin nampak, padahal Syahrir adalah seorang sosialis kanan (sosialis demokrat). Selain itu perbedaan penilaian terhadap kabinet Hatta. Dalam sejarah dapat kita lihat bahwa dalam banyak hal Syahrir dan Hatta sangat bersesuaian pendapat.
            Perpecahan antara Amir dan Syahrir menjadi nyata ketika pada tanggal 13 Februari 1948 Syahrir keluar dari Partai Sosialis dan mendirikan PSI (Partai Sosialis Indonesia). Ini sudah pasti melemahkan kedudukan Amir, karena anggota-anggota KNIP banyak yang memihak Syahrir, meskipun sebagian besar massa anggotanya banyak yang masih setia kepada Amir, termasuk Pesindo. Karena itu untuk memperkuat kedudukannya pada tanggal 26 Februari 1948 dibentuklah olehnya FDR (Front Demokrasi Rakyat), yang mempersatukan Partai Sosialis, PBI (Partai Buruh Indonesia), PKI, Pesindo, dan Sarbupri (Sarekat Buruh Perkebunan RI). Pada saat ini SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) dan BTI (Barisan Tani Indonesia) belum sepenuhnya jadi komunis.
Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada 28 Juni1948. Kelompok politik ini berusaha menempatkan diri sebagai oposisi terhadap pemerintahan dibawah kabinet Hatta. FDR bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) merencanakan suatu perebutan kekuasaan.Beberapa aksi yang dijalankan kelompok ini diantaranya dengan melancarkan propaganda antipemerintah, mengadakan demonstrasi-demonstrasi, pemogokan, menculik dan membunuh lawan-lawan politik, serta menggerakkan kerusuhan dibeberapa tempat.
Sejalan dengan peristiwa itu, datanglah Muso seorang tokoh komunis yang sejak lama berada di Moskow, Uni Soviet. Ia menggabungkan diri dengan Amir Syarifuddin untuk menentang pemerintah, bahkan ia berhasil mengambil alih pucuk pimpinan PKI. Setelah itu, ia dan kawan-kawannya meningkatkan aksi teror, mengadu domba kesatuan-kesatuan TNI dan menjelek-jelekan kepemimpinan Soekarno-Hatta. Puncak aksi PKI adalah pemberotakan terhadap RI pada 18 September1948 di Madiun, Jawa Timur.
Tujuan pemberontakan itu adalah meruntuhkan negara RI dan menggantinya dengan negara komunis. Dalam aksi ini beberapa pejabat, perwira TNI, pimpinan partai, alim ulama dan rakyat yang dianggap musuh dibunuh dengan kejam. Tindakan kekejaman ini membuat rakyat marah dan mengutuk PKI. Tokoh-tokoh pejuang dan pasukan TNI memang sedang menghadapi Belanda, tetapi pemerintah RI mampu bertindak cepat. Panglima Besar Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk menjalankan operasi penumpasan pemberontakan PKI. Pada 30 September 1948, Madiun dapat diduduki kembali oleh TNI dan polisi. Dalam operasi ini Muso berhasil ditembak mati sedangkan Amir Syarifuddin dan tokoh-tokoh lainnya ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.

dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar